0
Mukhtar Guntur K.
(Presiden Konfederasi Serikat Nasional)
Portal KNGB, Jakarta - Krisis ekonomi di Amerika dan Eropa yang menghamba kepada sistem kapitalisme telah menunjukan kegagalan dan menuju kebangkrutannya. Krisis ini terus menjalar ke berbagai negara dibelahan dunia lain yang berada di bawah dominasi mereka. Imperialisme adalah tahapan tertinggi dari kapitalisme dimana penjajahan tidak lagi ditunjukan dengan dominasi ekonomi namun sudah mencapai pada pendudukan dan penaklukan kawasan yang tidak mau tunduk kepada Amerika Serikat sebagai pimpinan utama dari negara imperialis. Untuk memecahkan krisis yang dialami maka Negara-Negara imperialis menjalankan skema penghisapan yang lebih massif diberbagai sektor penghidupan rakyat yang didominasinya di seluruh negeri.

Rejim di dalam negeri justru menjadi pelayan bagi kepentingan asing dan menghamba kepada system kapitalisme global dengan menjalankan agenda neoliberalisme di dalam negeri. Indonesia adalah negeri bergantung yang pertumbuhan ekonominya bergantung pada modal asing. Satu fakta yang secara vulgar diperlihatkan rejim adalah lahirnya paket program percepatan pembangunan melalui skema MP3EI. Proposal MP3I diperdagangkan melalui agenda international, salah satunya adalah pada pertemuan APEC KTT APEC 2012 di Vladivostok, Rusia, bulan September ini. SBY membuka pintu lebar-lebar para investor dari 21 negara anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) untuk menanamkan dananya di Indonesia lewat skema public private partnership (PPP). Pada MP3EI 2025 disebutkan, berbagai proyek infrastruktur pengebirian hak rakyat.

Investasi skala besar hanya menguntungkan dan mensejahterakan kapitalis monopoli asing dan bukan untuk kesejahteraan rakyat pekerja. Politik nasional Indonesia yang terjajah dan menjadi pemerintah boneka imperialis pimpinan AS, telah menjadikan pemerintah SBY-Budiono sebagai pintu gerbang bagi penindasan dan penghisapan rakyat Indonesia yang semakin brutal yang dilakukan oleh negeri-negeri imperialis agar bisa keluar dari badai krisis yang tengah menyerang negeri-negeri mereka. Akan tetapi rakyat bukan tanpa perlawanan, meningkatnya krisis tersebut justru membangkitkan kesadaran kolektif rakyat. Rakyat yang bangkit di berbagai negeri menandakan semakin majunya kesadaran kolektif massa rakyat. Berbagai bentuk perlawanan rakyat yang semakin besar dan massif mewarnai hari-hari dalam pusaran badai krisis yang semakin dalam dan secara langsung menyerang musuh rakyat diseluruh negeri. Tak terkecuali bagi rakyat Indonesia.

Di dalam negeri, berbagai perlawanan terhadap kapitalis terus bermunculan di berbagai wilayah. Perlawanan kaum buruh hari ini, terus meningkatnya kesadaran kolektifnya, yang sadar akan keterindasannya dan perampasan hak-haknya. Massifnya perlawanan privatisasi, sistem kerja kontrak/outsourcing, union busting dan upah murah, adalah bentuk nyata bangkitnya perjuangan kaum buruh walapun masih belum bisa bersatu dalam gerak namun sudah menemukan apa yang mesti di perjuangkan secara bersama-sama.

Karena itu Konfederasi Nasional (KSN) menyadari betul bahwa persoalan pokok kaum buruh hari ini, sebagai agenda perlawanan kaum buruh Indonesia yakni “Tolak Privatisasi, Kontrak/Outsourcing, Union Busting dan Upah Murah” yang di singkat TRIKOSUM dengan penjelasan sebagai berikut :

PRIVATISASI, SEBUAH SKENARIO PENGHANCURAN BANGSA

Privatisasi atau tegasnya penjualan Asset Negara adalah sebuah proses pengalihan hak kepemilikan dari kepemilikan publik (negara) ke pemilikan pribadi/perusahaan swasta, dengan cara menjual asset tersebut. Contoh : Beralihnya kepemilikan PT. INDOSAT yang semula milik Indonesia menjadi milik SINGTEL Singapura, melalui penjualan saham model Strategic Sales / Strategic Partner (melalui penjualan ke mitra strategis). Catatan : Penjualan saham lewat Strategic Sales ataupun Initial Public Offering (IPO), tetap sama, privatisasi.

Privatisasi yang terjadi di semua BUMN di Indonesia, adalah sebagai akibat dari kebijakan hutang rezim Orde Baru, yang karena tidak mampu mengembalikan hutang sebagaimana perjanjian, maka Pemerintah Orde Baru dipaksa oleh International Monetary Fund (IMF) menandatangani Letter Of Intent (LOI) atau semacam Pacta Pengembalian Hutang yaitu dengan cara “menyerahkan” asset negara bernama BUMN melalui mekanisme IPO maupun Strategic Sales/Strategic Partner.

Misal rencana Privatisasi PLN dimulai dengan ditandatanganinya LOI yang pertama oleh Presiden Soeharto pada tanggal 31 Oktober 1997, dimana pada butir 41 Pemerintah Indonesia diminta untuk mengevaluasi lagi belanja negara terkait dengan pelayanan publik (seperti listrik, air, minyak dll), dan dipaksa agar sektor pelayanan publik tersebut di Privatisasi, dengan alasan agar tercipta pasar yang effisien, kompetitif dan transparan (ini adalah “adagium” klasik dari Kapitalis, agar Perusahaan Negara dapat dikuasainya).

Kebijakan Privatisasi ketenagalistrikan ini benar benar hanya dipicu oleh keinginan negara negara Kapitalis yang ingin menguasai kembali sumber daya alam dan mengkooptasi secara politis negara berkembang seperti Indonesia (Prof Jeffry Winters, North Western University, AS, pada seminar di Hotel Mulia Senayan 2006). Kebijakan privatisasi yang sudah melanda hampir keseluruh BUMN di Indonesia, disamping dorongan kekuatan Kapitalis, juga karena tidak adanya Visi/Ideologi para Pemimpin Bangsa ini yang hanya membebek kepada kaum kapitalis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa privatisasi PLN akan membawa kehancuran Bangsa Indonesia, kalau tetap dipaksakan.

KONTRAK/OUTSOURCING

Negara Republik Indonesia di dirikan dengan bertujuan untuk menghapuskan segala bentuk penjajahan, segala bentuk penghisapan atas satu manusia terhadap manusia yang lainnya. Dan membentuk Pemerintahan yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanatkan tersebut tertuang dalam Konstitusi dan dasar Negara kita (UUD’1945 dan Pancasila). Namun, amanat itu tidak terlaksana sebagai mana mestinya. Di sector buruh misalnya, system kerja kontrak dan outsourcing sangat bertentangan dengan nilai-nilai konstitusi dan dasar Negara kita.

System kerja kontrak dan outsourcing menyebabkan rakyat kehilangan kepastian kerja, dan hak atas pekerjaan yang layak bagi rakyat menjadi jauh dari kenyataan. Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing adalah bentuk baru dari perbudakan modern.

Kerja kontrak dan outsourcing tidak memandang sisi keadilan sosial dan kesejahteraan buruh pada umumnya. Praktek Perbudakan Modern ini dipelopori dan merajalela di perusahaan perusahaan milik Negara, seperti Pertamina, PLN, Perkebunan PTPN, Bank, Kereta Api, Pertambangan dan lain-lain. Dan ini adalah bukti “Liberalisasi Ketenagakerjaan” dengan praktek-praktek berlindung dibawah regulasi atau ketentuan normatif hukum yang melenceng dari amanat konstitusi UUD 1945.

UNION BUSTING/PEMBERANGUSAN SERIKAT

Berserikat adalah hak semua warga negara sebagaimana di amahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. berserikat adalah salah satu kebutuhan bagi buruh Indonesia, dengan berserikat-pun terkadang posisi tawar masih sangat lemah di hadapan pengusaha. Kecuali serikat buruh yang solid dan mempunyai plafrom perjuangan yang jelas, bisa jadi posisi tawar tinggi dihadapan pengusaha. Pengusaha sebenarnya bergantung pada buruh untuk produksi. Sesungguhnya ketergantungan pengusaha bukanlah pada buruh secara individual, melainkan pada buruh secara kolektif.

Di Indonesia sendiri, kebebasan berserikat diakui secara formal melalui UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Begitu pula, Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi melalui Keppres No. 82 Tahun 1998. Namun, hadirnya berbagai macam aturan itu ternyata bukan jaminan bagi terwujudnya kebebasan berserikat untuk buruh. Union busting/pemberangusan serikat terus terjadi dan korbannya terus berjatuhan.

Sejak tahun 2002 – 2012 ratusan kasus union busting atau pemberangusan serikat buruh. Union busting terjadi tanpa mengenal batas sektor. Di sektor Badan Usaha Milik Negara (BUMN), misalnya, union busting dialami oleh Serikat Pegawai Bank Mandiri, Serikat Pekerja Dok Kodja Bahari, dan Serikat Pekerja PLN, Serikat Pekerja Garuda Indonesia. Kemudian, di sektor media, union busting di antaranya yang dialami oleh Serikat Pekerja Antara, Serikat Pekerja Jakarta News FM, dan Perkumpulan Karyawan Warta Kota (PKWK), Serikat Karyawan (SEKAR) Indosiar, dan yang terakhir Serikat pekerja Metro TV dengan korban Luviana dkk.

Di sektor Manufaktur dan Jasa juga terjadi union busting, seperti yang dialami oleh pengurus Serikat Pekerja Mandiri Hotel Grand Melia, pengurus Safari Garden Hotel Bogor, PT Karung Nasional, dan pengurus SP LIA Teacher Association (LIATA), Serikat Perjuangan Buruh Indonesai (SPBI) PT. Wakatobi Resort dll. Cara pengusaha melakukan union busting pun bermacam-macam, seperti pemecatan, mutasi, penurunan jabatan dan gaji pengurus serikat buruh, intimidasi dan teror melalui preman.

Secara umum, union busting memiliki dua bentuk dasar. Pertama, perusahaan dan pengusaha berupaya mencegah buruhnya untuk membangun atau bergabung dengan serikat buruh. Tindakan ini dilakukan agar perusahaan bebas melakukan eksploitasi tanpa adanya kontrol dari serikat buruh. Kedua, perusahaan dan pengusaha berusaha melemahkan kekuatan serikat buruh yang telah ada. Sanksi perusahaan terhadap pengurus dan anggota serikat, intimidasi dan tindakan diskriminatif, adalah tindakan yang umum dilakukan untuk melemahkan serikat buruh.

Dalam melakukan union busting setidaknya terdapat 25 pola pemberangusan serikat/union busting misal, ”Keterlibatan negara, Menghalang-halangi buruh untuk bergabung di dalam serikat, Intimidasi, Memutasi pengurus atau anggota serikat, Surat Peringatan, Skorsing , Pemutusan Hubungan Kerja, Membentuk serikat boneka, Membentuk pengurus tandingan dalam serikat yang sama, Menolak diajak berunding tentang PKB, Tidak mengakui adanya PKB, Membuat PP sepihak, Tidak memberikan pekerjaan, Mengurangi hak atau kesempatan, Promosingkir/demosi, Kriminalisasi, Mengadu domba buruh, Doktrin anti-serikat dipelajari juga khusus oleh pengusaha, menyewa preman untuk menteror, Serikat yang ada merupakan serikat kuning (yellow union), ketika buruh membentuk serikat baru, pengusaha tidak mau mengakui keberadaan serikat baru, Politisasi, Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pengurus serikat diikutkan dalam pelatihan khusus (seperti Lemhanas) untuk diberikan doktrin khusus, Lempar tanggung jawab antara Menteri Tenaga Kerja dan Menteri BUMN, Perubahan status dari buruh tetap menjadi buruh kontrak/outsourcing”

UPAH MURAH Wujudkan UPAH LAYAK.

Upah dalam system produksi kapitalisme tidak seperti yang dipahami selama ini. Untuk memahami bagaimana upah terbentuk, kita harus lebih dahulu memahami sistem produksi kapitalis. Seluruh proses sistem produksi kapitalis selalu dimulai dengan penyediaan modal. Modal saat ini, selalu berupa uang, kemudian dibelanjakan barang-barang modal : alat kerja, permesinan, bangunan pabrik, bahan baku, dll. Sekalipun barang-barang modal ini telah terkumpul, si pemodal masih tetap kekurangan satu unsur yang terpenting : buruh yang akan mengerjakan proses produksi.

Di titik inilah kapitalisme menghadirkan ketidakadilan di atas muka bumi, sebab pertambahan nilai yang dihasilkan seorang buruh dalam proses produksi biasanya berjumlah jauh lebih besar daripada total biaya yang dibutuhkan untuk menghadirkan dirinya ke pabrik. Mari kita coba perjelas dengan contoh. Misalnya saja, seorang buruh ditarget mengerjakan 30 piece celana sehari. Jika satu piece celana dijual seharga Rp 100.000, sedangkan harga bahannya dan biaya-biaya lainnya sekitar Rp 35.000 per piece, maka buruh tersebut akan memberi Rp 65.000 per piece per hari pada pemilik pabrik, totalnya Rp 1.950.000 per hari. Sementara ia hanya diupah sekitar Rp 50.000 per hari (UMP DKI Jakarta). Jadi, setelah selesai mengerjakan piece yang kedua, sesungguhnya si buruh sudah impas. Bahkan ia sudah memberi pada pemilik pabrik keuntungan yang lebih besar daripada upah yang dibayar pengusaha itu.

Maka, sistem kerja upahan adalah satu tiang pokok ketidakadilan dalam sistem kapitalis. Berapapun besar upah yang kita terima, tetap saja tidak ada apa-apanya dibandingkan besarnya nilai-lebih yang kita serahkan pada pengusaha dalam produksi. Buruh hanya dibayar cukup untuk dia hidup, tetap datang ke pabrik esok hari, dan tetap produktif.

Peran Negara dalam menentukan iklim investasi di Indonesia merupakan factor terbesar. Buruh sebagai komponen lainnya dalam menjalankan produktivitas selain investor itu sendiri merupakan penentu dalam menghasilkan produk yang menguntungkan para pengusaha dengan member upah murah terhadap buruhnya. Negara dalam hal ini harusnya melindungi rakyatnya dengan menjaminan pekerjaan penghidupan yang layak (Upah Layak bukan Upah Murah). Setidaknya itulah yang termaktud dalam konstitusi kita (UUD 1945). Namun, pada kenyataannya, Negara (dalam hal ini pemerintah) Indonesia lebih banyak berpihak pada pengusaha daripada menjalankan amanah konstitusi. Sejak Pemerintahan Orde Baru berdiri, buruh telah dianggap dan diperlakukan sebagai sapi perah bagi kepentingan segelintir pengusaha.

Penentuan Upah dengan sistem Upah Minimum Provinsi/Sektoral dan Upah Minimum Kabupaten-Kota/Sektoral (UMP/S dan UMK/S) selama ini dicoba secara sistematis untuk dapat memecah-belah kaum buruh, mulai membeda-bedakan buruh kerah putih dengan buruh kerah biru. Penentuan upah pada tingkat propinsi dan kota serta perbedaan upah berdasarkan sektor kerjanya. Usaha tersebut selama ini hampir saja membuat perjuangan kita kaum buruh terjebak pada permainan yang diinginkan oleh kaum modal dan antek mereka di pemerintahan. Dengan membiarkan penentuan upah pada tingkat kota/kabupaten dan provinsi sebenarnya kita membiarkan pemerintahan nasional lepas tangan dari tugas pokoknya dalam perlindungan rakyat pekerja.

Dan kaum buruh dipaksa terpecah perjuangannya, semata-mata memperjuangkan upah dikota/kabupaten, seakan-akan persoalan upah murah dikota/kabupaten lain bukanlah menjadi persoalan bagi kita. Sejarah telah mengajarkan kita termasuk sejarah perjuangan dalam menolak revisi UU 13/2003 bahwa hanya persatuan kaum buruh secara nasional-lah kita mampu mempertahankan hak kita dan menuntuk hak lainnya. Penentuan upah berdasarkan sektor UMP/S dan UMK/S jelas-jelas adalah usaha nyata untuk mengkotak-kotakkan kaum buruh kedalam sektornya.

Karena itu upah layak solusinya yang di tetapkan skala nasional dengan mempertimbangkan berbagai unsure dan untuk mengetahui bagaimana menetapkan upah layak maka penting untuk dipahami dan diketahui unsure-unsur komponen Upah Layak sebagai berikut

Jika kita menerima bahwa perjuangan upah merupakan perjuangan yang berada dalam kerangka kapitalisme, maka dasar penetapan upah tetaplah proses jual-beli antara buruh dan pengusaha. Dengan demikian, tingkatan upah haruslah sesuai dengan biaya yang diperlukan untuk menghadirkan kemampuan kerja seorang buruh yang sehat secara fisik dan mental di pabrik.

Kebutuhan Fisik, dapat dijabarkan sebagai kebutuhan untuk menjaga kesehatan ragawi buruh, agar ia dapat bekerja dengan segenap tenaga dan sanggup berkonsentrasi penuh selama bekerja. Dengan demikian, komponen pokok dari Kebutuhan Fisik adalah kecukupan gizi, baik untuk tubuh maupun otak. Tapi, untuk dapat menghadirkan seorang yang sehat ke dalam proses kerja, dibutuhkan pula biaya untuk menciptakan kesempatan beristirahat dan memulihkan (restorasi) tenaga yang telah dihabiskan dalam proses produksi. Komponen biaya tempat tinggal (termasuk listrik dan air) dan rekreasi masuk dalam kategori ini. Di samping itu, seorang buruh harus juga menjaga kesehatan fisik dan lingkungannya – antara lain dengan mandi, berpakaian yang layak dan sehat, dan berolahraga. Komponen pokok terakhir adalah biaya yang dibutuhkan untuk menghadirkan buruh tersebut secara fisik di pabrik – dengan kata lain, biaya transportasi.

Kebutuhan Mental, mencakup persoalan bagaimana buruh tersebut menjaga martabat dirinya di tengah pergaulan sosial. Oleh karena itu, kebutuhan berhias diri dan keterlibatan dalam aktivitas sosial di tengah lingkungan tempat tinggal harus pula ditanggung oleh pengusaha yang membeli tenaga buruh tersebut. Seorang buruh juga harus terus meng-upgrade dirinya, meningkatkan pengetahuannya agar tidak menjadi bahan olok-olok sosial semacam gaptek atau gagap teknologi. Ia harus banyak membaca dan mendengar/menonton berita, ia juga harus mendapatkan buku-buku yang dapat menuntunnya lebih memahami dunia. Selain itu, seorang buruh, sebagai manusia, juga memiliki kebutuhan komunikasi. Maka, biaya komunikasi jarak jauh juga harus masuk dalam komponen upah.

Kebutuhan lain yang mencakup sekaligus Kebutuhan Fisik dan Mental adalah Kebutuhan Berkeluarga. Tiap orang butuh untuk mendapatkan pasangan hidup, dan meneruskan keturunannya. Kebutuhan ini seringkali bersesuaian dengan tuntutan sosial dan spiritual yang diberlakukan masyarakat. Oleh karena itu, perhitungan atas upah tidak boleh berdasarkan kebutuhan orang lajang semata, melainkan harus memperhitungkan kebutuhan untuk berkeluarga. Dengan kata lain, seorang buruh harus dianggap berkeluarga dan memiliki anak ketika menentukan upahnya. Komponen-komponen ini telah menjadi kebutuhan hidup yang penting secara sosial bagi buruh Indonesia pada saat sekarang yang dibutuhkan buruh dalam kehidupannya.

Dengan demikian, Konfederasi Serikat Nasional (KSN) menyatakan sikap dan menyerukan sebagai berikut :
  1. Tolak rencana busuk pemerintahan SBY-Budiono yang akan memaksakan privatisasi di Indonesia.
  2. Tolak system kerja kontrak/outsourcing = system perbudakan modern di Indonesia
  3. Tolak dan Hentikan union busting/pemberangusan serikat sekarang juga
  4. Tolak politik upah murah dan Wujudkan Upah Layak.
  5. Dan menyerukan kepada seluruh kaum buruh dan rakyat pekerja Indonesia melakukan konsolidasi gerakan untuk pembangunan kekuatan rakyat seluas mungkin dengan berbagai gerakan buruh, pemuda, mahasiswa, perempuan dan gerakan rakyat lainnya menuju aksi/mogok nasional.

Jakarta, 03 Oktober 2012
sumber KLIK DISINI

Post a Comment Blogger

 
Top