PORTAL KNGB, Jakarta - Ironisnya, ketika kontribusi buruh terhadap ekonomi Indonesia terus meningkat, upah riil (upah berbanding harga-harga barang) yang diterima kaum buruh cenderung stagnan. Ini bisa kita lihat dari data BPS tentang upah buruh industri di bawah mandor (supervisor). Sekalipun sempat ada lonjakan di akhir tahun 2010, tetapi lonjakan itu hanyalah fluktuasi jangka pendek. Kecenderungan upah riil buruh industri selama 2007-2011 adalah stagnan. Grafiknya bisa dilihat di bawah ini:
Sumber: Data BPS, "IHK dan Rata-rata Upah per Bulan
Buruh Industri di Bawah Mandor (Supervisor) Indonesia, 2007-2012 (IHK
2007=100)," http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=19¬ab=6.
Jadi, berdasarkan data-data di atas, kita bisa lihat kontribusi buruh bagi perekonomian Indonesia cenderung meningkat, tetapi upah riil buruh cenderung stagnan, bahkan di tahun 2013 turun sebesar 30% akibat kenaikan harga BBM. Artinya, kaum buruh layak mendapatkan kenaikan upah minimum sebesar 50%. Dalam kesempatan ini, kami juga hendak mengajukan kritik terhadap konsep Kebutuhan Hidup Layak (KHL) versi pemerintah, yang sekarang ini dijadikan standar untuk menghitung upah minimum.
Menurut kami, KHL versi pemerintah belum mencerminkan kebutuhan buruh untuk hidup layak. Pertama, KHL versi pemerintah dilandaskan pada kebutuhan hidup buruh lajang dan tidak mencakup kebutuhan hidup buruh yang sudah berkeluarga. Padahal, banyak buruh yang sudah berkeluarga. Kedua, 60 komponen yang tercakup dalam KHL versi pemerintah masih kurang. Dalam KHL versi pemerintah belum tercakup biaya sosial-kemasyarakatan (komunikasi, pergaulan sosial, dst.) padahal pergaulan sosial merupakan kebutuhan buruh sebagai manusia; biaya reproduksi buruh perempuan (persalinan, kesehatan reproduksi, dst.); biaya pendidikan anak, dan lain-lain.
Selanjutnya KLIK DISINI
Post a Comment Blogger Facebook