0

PORTAL KNGB, Jakarta - Tahun 2013 ini, nasib buruh Indonesia kembali dipertaruhkan. Tanpa melalui perundingan dengan dewan pengupahan, pemerintah telah mengeluarkan Inpres yang memutuskan kenaikan upah buruh hanya sebesar 10% dari inflasi, selain itu sektor padat karya dan industri menengah hanya sebesar 5%. Industri menengah dan sektor padat karya yang sebagian besar menyerap tenaga kerja perempuan adalah sektor yang paling dikorbankan dengan alasan menyelamatkan investasi. Padahal kenaikan upah tahun 2012 yang lalu, sektor padat karya ini yang paling banyak ditangguhkan upahnya.

Alasan pengusaha merugi maka upah buruh harus ditekan, yang kemudian di-amini oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono adalah bukti bahwa ukuran kemajuan ekonomi dalam perspektif pemerintah bukan berangkat dari kesejahteraan buruh, namun dari keuntungan perusahaan. Seharusnya pemerintah berfikir sebaliknya, yaitu ukuran kemajuan ekonomi adalah dari tingkat kesejahteraan buruh.

Sektor padat karya seperti garmen tekstil telah memberikan keuntungan yang hampir tak ada batas terhadap pengusaha.

Berdasarkan penelitian Akatiga, hingga tahun 2007, industri garmen dan tekstil adalah penyumbang devisa non migas terbesar dengan surplus ekspor selalu lebih dari 5 miliar dolar AS. Dan hingga tahun 2010, tekstil garment tetap penyumbang devisa terbesar dan itu sudah berlangsung lebih dari 20 tahun.

Data lain mengatakan tingkat ekspor industri garment dan tekstil Indonesia juga termasuk paling tinggi dengan sasaran ekspor ke Amerika Serikat dan Uni Eropa sebesar 41% dan 19%. Dengan demikian Indonesia masuk dalam 15 besar negara pemasok Garment dan tekstil ke AS dan 12 besar negara pemasok garmen tekstil ke Uni Eropa. Sementara Indonesia masuk dalam 12 besar negara pemasok kain ke Jepang. Berdasar data APINDO, sampai Oktober 2012, produk TPT (tekstil garment) memberikan kontribusi nilai ekspor sebesar US$10,4 miliar atau setara dengan 10,7% dari total ekspor non migas, sedangkan nilai investasi industri TPT mencapai Rp2,6 triliun dan penyerapan tenaga kerja pada triwulan kedua tahun 2012 sebanyak 430.000 orang yang sebagian besarnya adalah para buruh perempuan dengan rata-rata kelulusan SMP.

Dengan logika di atas, tidak heran bila pemerintah terus mengampanyekan upah murah di internasional untuk menarik para investor. Dengan kata lain upah buruh harus dibatasi sementara keuntungan pemodal boleh tanpa batas. Namun, bila dibandingkan dengan negeri lain di Asia, harga tenaga kerja Indonesia adalah yang termurah. Upah buruh di Indonesia adalah US$ 0.6/jam (Rp 5,400), sementara upah Filipina dan Thailand serta Malaysia, masing-masing adalah US$ 1.04, US$1.63 dan 2.88. Upah buruh di Indonesia adalah terendah di antara 10 negara ASEAN, bahkan bila dibandingkan dengan China dan India.

Upah yang rendah bahkan tidak sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) seorang manusia belum lagi mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, yang kemudian memicu banyak perempuan-perempuan Indonesia dari wilayah pedesaan tidak ada pilihan lain selain berbondong-bondong mendaftarkan diri sebagai Tenaga Kerja Indonesia yang di “ekspor” keluar negeri dengan jaminan keselamatan kerja yang rendah, hal ini bisa kita lihat dari kasus Wilfrida TKI asal NTT yang saat ini sedang menunggu di vonis mati oleh pengadilan Malaysia karena dituduh membunuh majikannya. Wilfrida yang saat ini sedang menunggu keputusan hakim pada tanggal 30 September adalah korban dari politik upah murah yang diberlakukan rezim. Tentu Wilfrida tidak perlu di hukum mati apabila pemerintah telah menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dengan upah yang layak pula di negara ini.

Tuntutan kenaikan upah sebesar 50% bukan merupakan tuntutan yang mewah dan membuat buruh seketika akan menjadi kaya. Tuntutan kenaikan upah 50% hanya untuk kehidupan yang sedikit lebih baik yaitu; tidak lagi tinggal dikontrakan sempit, tidak lagi hanya berlauk tempe tahu setiap hari, mampu membeli koran dan buku untuk membaca, memiliki waktu untuk membaca dan menggali potensi diri sebagai manusia, memiliki waktu istirahat cukup.

Karena selama ini dengan upah yang ditentukan oleh pemerintah, buruh di Indonesia, terutama buruh perempuan, “dipaksa” untuk bekerja dengan waktu yang lebih panjang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Seperti mengambil lemburan, kerja sambilan, berdagang makanan kecil dll, belum lagi ditambah dengan kerja-kerjanya dalam wilayah rumah tangga, lalu kapan jam Istirahat untuk buruh perempuan?

Maka dari itu kami dari Komite Aksi Perempuan (KAP) dengan tegas menyatakan sikap:
  1. Mendukung kenaikan upah sebesar 50% untuk kehidupan buruh perempuan yang lebih layak
  2. Menolak diberlakukannya Inpres tentang upah minimum 2014
  3. Menuntut untuk pemerintah serius dalam mengadvokasi Wilfrida dan juga menangani perdagangan manusia.
  4. Mendukung Konsolidasi Nasional Gerakan Buruh untuk merumuskan perjuangan buruh perempuan di masa depan.***(Komite Aksi Perempuan)
*)Komite Aksi Perempuan: Kalyanamitra, Perempuan Mahardhika, FBLP (Federasi Buruh Lintas Pabrik), Cedaw Working Group, TURC (Trade Union Right Center), NLC (New Land Community), AMAN Indonesia, JALA PRT, FSPSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia)Reformasi, PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia), Aliansi Sovi (Solidaritas Untuk Luviana), KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia), GSBI (Gabungan Serikat Buruh Independen), Kohati Ciputat, Wanita Hamas UNAS, Institut Perempuan, LBH Apik, Solidaritas Perempuan, Semerlak Cerlang Nusa, Jatam (Jaringan Advokasi Tambang).
Sumber KLIK DISINI

Post a Comment Blogger

 
Top