PORTAL KNGB, Karanganyar - Berbekal tiga buah dupa dan sekeranjang kembang, dua puluh orang bersila di Taman Makam Pahlawan Dharma Tunggal Bakti, Karanganyar, Senin, 28 Oktober 2013. Tak lama dupa dinyalakan, lalu para buruh mulai mengadu ke para pahlawan yang dimakamkan di sana.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan Minyak Gas Bumi dan Umum Karanganyar Eko Supriyanto mengatakan buruh saat ini berada di titik paling rendah. “Upah kami tidak cukup untuk hidup layak, apalagi sejahtera,” katanya.
Upah yang diterima Eko sekitar Rp 800 ribu per bulan, tidak cukup untuk membayar uang sekolah anaknya. Padahal Indonesia kini masuk kelompok 20 negara dengan produk domestik bruto terbesar di dunia. Lalu pertumbuhan ekonomi tertinggi ke-2 setelah Cina, tapi tetap saja buruh sengsara. “Kami tidak menikmati kesejahteraan. Upah kami tetap rendah,” katanya.
Mereka memilih mengadu ke makam pahlawan karena merasa pemerintah sudah tidak peduli dengan nasib buruh. ”Kami pernah mengadu ke dinas tenaga kerja dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) agar upah minimum sesuai KHL (kebutuhan hidup layak). Nyatanya tetap di bawah KHL, begini-begini saja,” katanya.
Capek mengadu ke pemerintah, buruh memilih menemui para pahlawan yang dimakamkan di taman makam pahlawan. Mereka menumpahkan segala unek-unek. “Para pahlawan sudah berjuang demi kemerdekaan. Tapi ternyata kita belum merdeka. Buruh masih terjajah upah murah,” ujar Eko.
Ketua serikat pekerja sebuah pabrik kimia, Danang Sugiyanto menilai buruh belum merdeka dan menjadi kuli di negara sendiri. Sedangkan investor, khususnya investor asing yang menjadi tuan di Indonesia.
“Kami sudah lelah mengadu ke pemerintah dan wakil rakyat. Lebih baik kami mendatangi para pahlawan,” ujarnya.
Para buruh sadar para pahlawan tidak mungkin bangkit lagi dan memerdekakan buruh dari penjajahan ekonomi. Karena itu dia berharap para buruh yang bangkit dan berjuang menuntut kemerdekaan. (tempo)
Ketua Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan Minyak Gas Bumi dan Umum Karanganyar Eko Supriyanto mengatakan buruh saat ini berada di titik paling rendah. “Upah kami tidak cukup untuk hidup layak, apalagi sejahtera,” katanya.
Upah yang diterima Eko sekitar Rp 800 ribu per bulan, tidak cukup untuk membayar uang sekolah anaknya. Padahal Indonesia kini masuk kelompok 20 negara dengan produk domestik bruto terbesar di dunia. Lalu pertumbuhan ekonomi tertinggi ke-2 setelah Cina, tapi tetap saja buruh sengsara. “Kami tidak menikmati kesejahteraan. Upah kami tetap rendah,” katanya.
Mereka memilih mengadu ke makam pahlawan karena merasa pemerintah sudah tidak peduli dengan nasib buruh. ”Kami pernah mengadu ke dinas tenaga kerja dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) agar upah minimum sesuai KHL (kebutuhan hidup layak). Nyatanya tetap di bawah KHL, begini-begini saja,” katanya.
Capek mengadu ke pemerintah, buruh memilih menemui para pahlawan yang dimakamkan di taman makam pahlawan. Mereka menumpahkan segala unek-unek. “Para pahlawan sudah berjuang demi kemerdekaan. Tapi ternyata kita belum merdeka. Buruh masih terjajah upah murah,” ujar Eko.
Ketua serikat pekerja sebuah pabrik kimia, Danang Sugiyanto menilai buruh belum merdeka dan menjadi kuli di negara sendiri. Sedangkan investor, khususnya investor asing yang menjadi tuan di Indonesia.
“Kami sudah lelah mengadu ke pemerintah dan wakil rakyat. Lebih baik kami mendatangi para pahlawan,” ujarnya.
Para buruh sadar para pahlawan tidak mungkin bangkit lagi dan memerdekakan buruh dari penjajahan ekonomi. Karena itu dia berharap para buruh yang bangkit dan berjuang menuntut kemerdekaan. (tempo)
Post a Comment Blogger Facebook