PORTAL KNGB, Jakarta - Penyerangan yang dilakukan sejumlah preman terhadap buruh yang melakukan aksi unjuk rasa di Cikarang, Bekasi, 31 Oktober 2013 diduga teroganisir. Bahkan, para penyerang itu diketahui menggunakan tanda pengenal berupa pita hitam di lengan untuk membedakan dengan massa buruh.
Menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan korban Tindak kekerasan (Kontras) Haris Azhar, sebelum penyerangan terhadap buruh, ada prakondisi yang dilakukan masa penyerang .
"Jadi memang mereka putar-putar jam 5.30 WIB pada tanggal 31 Oktober. Kita mengidentifikasi ada beberapa titik, dan mereka menggunakan pita hitam, dan diduga bukan warga Bekasi," katanya, Senin (4/10/2013).
Haris mengungkapkan, kelompok massa itu berani melakukan penyerangan terhadap buruh, padahal kondisi lokasi penyerangan tidak jauh dari lokasi polisi berjaga-jaga. “Polisi tidak melakukan penghalangan. Jadi massa dibiarkan melakukan kekerasan terhadap buruh. Itu fakta terencana," lanjutnya.
Sebab itu, Kontras mendesak agar polisi tidak hanya memberikan proses hukum terhadap 10 orang pelaku penyerangan saja, melainkan meminta polisi mengidentifikasi pelaku-pelaku lainnya. Sebab, dari laporan ke sekretariat pendampingan ada juga pelecehan yang dilakukan pihak lain terhadap buruh perempuan.
"Gerakan buruh ini masif dan kontributif dalam membuat kebijakan. Saya lihat ini gerakan buruh yang dilemahkan. Jadi kita meminta ke polisi untuk memproses, Bupati, Kapolres, Muspida sebagai pihak-pihak yang mensuport adanya penolakan buruh," jelas Haris.
Seperti diketahui, puluhan buruh mengalami luka akibat diserang preman, bahkan ada satu korban dari Karawang yang mengalami luka berat. Pelaku kekerasan diduga oleh oknum organisasi masyarakat (ormas) tertentu untuk menghadang para buruh yang melakukan aksi demo menuntut kenaikan upah.
Menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan korban Tindak kekerasan (Kontras) Haris Azhar, sebelum penyerangan terhadap buruh, ada prakondisi yang dilakukan masa penyerang .
"Jadi memang mereka putar-putar jam 5.30 WIB pada tanggal 31 Oktober. Kita mengidentifikasi ada beberapa titik, dan mereka menggunakan pita hitam, dan diduga bukan warga Bekasi," katanya, Senin (4/10/2013).
Haris mengungkapkan, kelompok massa itu berani melakukan penyerangan terhadap buruh, padahal kondisi lokasi penyerangan tidak jauh dari lokasi polisi berjaga-jaga. “Polisi tidak melakukan penghalangan. Jadi massa dibiarkan melakukan kekerasan terhadap buruh. Itu fakta terencana," lanjutnya.
Sebab itu, Kontras mendesak agar polisi tidak hanya memberikan proses hukum terhadap 10 orang pelaku penyerangan saja, melainkan meminta polisi mengidentifikasi pelaku-pelaku lainnya. Sebab, dari laporan ke sekretariat pendampingan ada juga pelecehan yang dilakukan pihak lain terhadap buruh perempuan.
"Gerakan buruh ini masif dan kontributif dalam membuat kebijakan. Saya lihat ini gerakan buruh yang dilemahkan. Jadi kita meminta ke polisi untuk memproses, Bupati, Kapolres, Muspida sebagai pihak-pihak yang mensuport adanya penolakan buruh," jelas Haris.
Seperti diketahui, puluhan buruh mengalami luka akibat diserang preman, bahkan ada satu korban dari Karawang yang mengalami luka berat. Pelaku kekerasan diduga oleh oknum organisasi masyarakat (ormas) tertentu untuk menghadang para buruh yang melakukan aksi demo menuntut kenaikan upah.
"Rahmad itu kena kepala, dikampak dan diseret pake motor. Kalo Ade itu diseret pake motor dan diikat. Penyerang menggunakan Avanza hitam dan plat nopol palsu," tegas Haris.
Post a Comment Blogger Facebook